“BIANGLALA”
Episode 1
“rasanya aku tidak mau beranjak dari tempat ini”.
“kenapa, bukannya kau sudah berkali-kali ke tempat ini, bahkan hampir setiap minggu kau kemari”.
“iya…aku tahu tapi entah mengapa tempat ini selalu membius ku
untuk selalu datang di akhir pekan ku, dan aku juga enggan melewatkan akhir pekan
ku tanpa berada di tempat ini”.
“akan kah kau seperti ini sampai kau menua dan menghiraukan
sisa-sisa cintamu di tempat ini?”
“may be”.
“ayolah Iren, kau tidak boleh seperti ini, kau harus menata
bait-bait hidupmu lagi, semua orang rindu akan rangkaian ceritamu dalam setiap
petualanganmu”.
Dengan lantangnya aku berteriak “ya…aku tahu, aku juga rindu
Za, tapi…”.
“tapi apa…tapi kau masih takut untuk mengulanginya lagi…takut
gagal…???”
Aku pun tertunduk diam tanpa membantah sepatah kata pun dari
Eza, aku tau semua bantahan ku tidak akan mewakili rasa sesal orang-orang yang
menanti ku kembali. Rasanya aku ingin berteriak “aku tak mau seperti ini…aku
tak menginginkan keadaan seperti ini…aku ingin seperti dulu…seperti Iren yang
dulu…yang mampu bercerita dengan menari, yang mampu melukis dengan jari-jari
tangan…yang mampu menaklukan tebing-tebing terjal…dan mampu melawan arus deras
sungai yang mengalir…tapi lihat aku sekarang…siapa aku?” tangis ku pun selalu
memecah setiap kali aku dan Eza membahas tentang penyesalan ku dalam menghadapi
hidup ku.
“sudah lah Ren…jangan terus kau sesali semua itu…itu hanya
sebuah incident kecil, kenapa kau
harus menghukum dirimu sendiri seperti ini?”
“sudah lah Za…ayo pulang, aku lelah aku ingin beristirahat”
desak ku agar perdebatan ini tidak berlanjut menjadi sebuah pertengkaran yang berulang
setiap akhir pekan.
“ok…” dengan bergegas berdiri meninggalkan padang rumput itu Eza
segera memapah pulang sahabatnya yang jelita itu.
Pagi yang cerah di awal pekan membuat ku segera bergegas dari
ranjang ku dan segera beberes diri dan bersiap menanti jemputan sahabat ku yang
selalu menemani ku dari aku masih kecil hingga sekarang aku sudah dewasa, aku
tidak habis pikir dengan anak itu entah mengapa ia selalu setia dengan aku selalu
disamping ku ketika aku senang atau pun sedang sedih, dia selalu menghibur ku
dengan sulap-sulap jalanannya yang tentunya selalu membius ku untuk selalu
tertawa dan bergegas mengusap air mata ku. Aku dan dia sudah seperti saudara,
kakak adik yang kompak dan tidak dapat dipisahkan lagi. Eza tak pernah bosan di
samping ku, hingga ia lupa jika ia juga butuh pendamping hidup, bukan sibuk
menjadi baby sister ku terus. Dia cukup
tampan dan menjadi salah satu laki-laki terfavorit di kampus ku, selain dia
perparas tampan ia pun baik hati, ramah, dan tentunya murah senyum ke pada
kawan-kawan sejawatnya atau pun kepada mahasiswa yang berkonsultasi kepadanya. Seluruh
wanita di kampus ku pun berebut untuk mendapatkan nomer handphonenya, tapi sayang tak pernah mereka dapatkan nomer si
asistent dosen ganteng ini. Aku pun juga menjadi korban atas ketampanannya, ya
jelas bagaimana mereka tak memusuhi ku kalau aku saja nempel terus dengan asdos
satu ini.
“Ren….” teriak mama memanggil.
“iya ma…tunggu sebentar, aku segera keluar”
Aku hafal sekali suara mobil yang di kendarai Eza, ya karena setiap
hari aku selalu di jemput Eza dan diantar pulang dia. Mama ku pun mempercayakan
aku sepenuhnya kepadanya. Ya…walaupun dulu aku mempunyai seorang teman dekat
laki-laki, ya…tentunya masih harus pulang-pergi semobil dengan Eza, seperti
sopir yang selalu setia mengantar jemput anak majikannya. Eza pun juga tak
meminta balas jasa akan setiap jasanya yang dilakukan untuk aku. Sampai saat
ini pun ketika aku…
“hei, tuan putri…kau tak bergegas masuk mobil, sudah siang ini”
suara lantangnya pun mengagetkan lamunanku.
“heh…iya…tuan putri siap berangkat”.
“Mama, aku berangkat dulu ya, sopir ku sudah bawel” aku berlari
dengan mencium tangan dan kening mama ku.
“hei…jangan seperti itu…gitu-gitu idola kampus”.
“hehehe…”.
“hati-hati ya nak…Za titip Iren” teriak mama setiap aku akan
berangkat kuliah.
“siap tante”.
Udara pagi ini sangat sejuk, melintasi perkebunan teh yang
menghijau, udara pengunungan yang khas, dan hangatnya sinar mentari
mengembangkan senyuman ku. Entah mengapa aku mampu tertawa dan aku mampu
menangis di waktu yang sama, mungkin karena aku sudah lupa akan indahnya cinta
dan kasih. Aku merasa di dalam hidup ku ada sesuatu yang kurang, tapi entah
mengapa kadang kekurangan itu tertutup akan kehadiran Eza.
to be continue...:)